Tradisi Halal Bihalal pertama kali dilaksanakan di masa
revolusi kemerdekaan. Indonesia yang terancam karena kedatangan Belanda
mendorong sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Ramadan tahun 1946.
Pertemuan itu dilakukan untuk memohon agar
Soekarno bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus
menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi. Tujuannya
adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam
bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah
kegiatan halal bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat
hubungan silaturahmi secara nasional. Sejak saat itu, tradisi halal bihalal
dikenal dan kini tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia saat lebaran.
Hari ini, halal bihalal menjadi sangat popular
dilaksanakan diseluruh pelosok negeri. Salah satunya di Desa Sendana, Kabupaten
Majene Propinsi Sulawesi Barat.
Momen lebaran Idul Fitri 1443 H kali ini di Palipi Sendana
turut dimeriahkan dengan
diselenggarakannya kegiatan Halal Bihalal oleh Remaja Masjid Jami’An-Nur Palipi
Sendana pada hari Selasa, 10 Mei 2022.
Kegiatan Halal Bihalal ini dilaksanakan dengan mengusung tema
“Menjalin Silaturrahim, Saling Memaafkan dan Kembali Suci di Hari Raya Idul
Fitri” dengan menghadirkan Ustadz Sudirman Suhdi, M.Pd sebagai penceramah.
Dalam ceramahnya, Sudirman menyampaikan pentingnya untuk
saling memaafkan agar persaudaraan atau silaturrahim bisa tetap terjaga
sehingga kita keluar dari bulan ramadhan menjadi priibadi yang kembali suci
sebagaimana bayi yang baru lahir.
Sementara itu, ketua panitia, Muh. Ismu Faqih mengatakan
bahwa kegiatan Halal Bihalal ini bisa menjadi momen silaturrahim dan pertemuan
dengan warga desa.
“momen sekali setahun ini kita harapkan bisa menjadi momen
silaturahhim bagi seluruh warga Desa Sendana, termasuk warga yang banyak
merantau ke daerah lain” tutur Faqih (10/05/2022).
Lebaran Idul Fitri memang selalu menjadi momen bagi warga
yang merantau untuk pulang kampung berkumpul dengan keluarga, termasuk warga
desa Sendana.
Rahmat Sophyan