A. A. Ummat
yang Terbelakang
Sekarang
ini kita malu mengatakan diri kita sebgai ummat yang terbaik, sekalipiun dari
sisi nilai dan dari sisi konsep kita memang yang terbaik dari ummat-ummat yang
lain. Akan tetapi, untuk mengatakan bahwa kita baik dari segala aspek, maka
kita malu kepada Allah, malu untuk mengklaim diri kita sebagai ummat yang
terbaik sebab keyataannya, sekarang ini kita terbelakang, kita mengalami
kemunduran. Kenapa?
a.
Menyuruh kepada
kemungkaran
Sekarang
ini, bukan lagi amar ma’ruf nahi mungkar tapi yang ada adalah al amru bil
mungkar wa an nahyu bil ma’ruf. Yang banyak menyerukan kemungkaran adalah ummat
Islam sendiri. Yang behadapan dengan FPI,kelompok liberal, itu adalah ummat
Islam.
b.
Mencegah dari kebaikan
Acara-acara
di televisi sebagian besar dikendalikan oleh ummat Islam. Mereka mencegah orang
dari melakukan kebaikan. Contoh : mengadakan acara-acara yang membuat orang
tidak shalat berjama’ah. Kita mensetting jadwal belajar supaya kita tidak
shalat berjama’ah. Tidak mengkondisikan seseorang untuk menjalankan kebaikan,
membatasi/mempersempit kebaikan itu menjadi subur di kalangan ummat Islam saat
ini.
c.
Mengakal-akali/mempolitisir
syari’at
Fenomena
ummat Islam saat ini adalah suka mengakal-akali/mempolitisir syari’at.
Istilah-istilah kemungkaran dirubah namanya supaya tidak nampak bahwa dia
adalah sebuah kemungkaran. Misalnya Riba, riba pada hakikatnya adalah bunga
d.
Mengikuti perilaku/pola
hidup orang kafir.
Ini
banyak terjadi di kalangan ummat Islam. Kalu kita mau membandingkan pola hidup
agama lain dengan pola hidup kita, maka sisia apalagi yang membedakan. Rakus
terhadap dunia, bahkan kebanyakan ummat Islam lebih rakus terhadap dunia
dibandingkan kaum Yahud dan Nasrani, dan ada yang lebih kikir dari meeka.
Dengan bermunculannya berbagai aliran-aliran, mudah sekali mereka ikut dengan
pemahaman-pemahaman yang baru itu. Ada saudara kita di suatu daerah, gampang
sekali menetapkan lebaran selalu lebih awal dari kaum muslimin. Merubah-rubah
syari’at dari ru’yatul hilal menjadi ru’yatul bahr (melihat pantai). Jadi
fenomena laut yang dilihat bukan fenomena bulan. Sangat mudah sekali ummat kita
saat ini terombang-ambing dengan
berbagai millah. Bukan lagi perilaku semata-mata, tetapi sudah sampai
kepada ajaran agama, sama dengan Ahmadiyah, Liberal.
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
Dari Abu Said al Khudry : Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda : “Sungguh kalian pasti akan mengikuti
jejak-jejak/cara-cara orang sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta, sehingga kalaupun mereka masuk ke dalam lubang biawak pasti kalian
mengikutinya”. Kami (para sahabat) bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah mereka
itu orang Yahudi dan Nasranoi?” Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Apa
yang digambarkan dalam hadits di atas akan terjadi di suatu zaman. Dan mungkin
saja zaman yang dimaksud itu adalah sekarang.
Ini
kenyataan ummat kita sekarang ini, berpakaian, sampai pola hidupnya sudah
naudzubillah. Jadi memang Nabi telah mensinyalir beberapa abad sebelumnya bahwa
akan terjadi hal seperti ini. Termasuk senang dengan dunia, sudah merasa puas
dengan dunia dan meninggalkan jihad. Ini juga diperingatkan oleh Nabi dalam
hadits ini.
e.
Meninggalkan jihad fi
sabilillah
Salah
satu sebab Islam dihinakan oleh golongan di luar Islam keran meninggalkan jihad
fi Sabilillah.
Hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Ápabila kalian sudah
berjual beli dengan jual beli ‘inah, mengikuti ekor-ekor sapi, dan senang
dengan pertanian serta meninggalkan jihad fi sabilillah maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala memasukkan kalian ke dalam kehinaan. Dia tidak mengangkatnya sampai
kalian kembali kepada Diin kalian.” (HR.
Abu Daud, Imam Ashmad, At Tabrani dan al Baihaqi, Hadits Hasan Shahih)
Penjelasan Hadits
1.
Jual beli ‘Inah
Yang dimaksud dengan jual beli inah dalam
hadits di atas adalah jual beli yang pada
dasarnya adalah pinjam meminjam yang di dalamnya terdapat riba.
Misalnya, si A mempunyai motor, harganya 10 juta. Lalu ada si B yang sebenarnya
membutuhkan uang, namun membeli motor milik si A dengan perjanjian 2 bulan
kemudian baru akan dibayar. Ternyata si B menjual kembali motor tersebut kepada
si A seharga 8 juta sebelum 2 bulan. Berarti si B meminjam atau berutang 2 juta
kepada si A. Ini adalah model jual beli ‘inah. Jadi artinya mempolitisir
sesuatu yang riba menjadi sesuatu yang halal. Hati-hati juga dalam realisasi murabahah
(cicil mencicil). Biasanya, cicil-mencicil adalah bentuk jual beli yang
harganya berbeda dengan harga cas. Contoh, harga cas sustu barang adalah 10
juta, tapi karena dicicil menjadi 13 juta. Ini boleh dalam jual beli. Tetapi
yang bahaya bila yang mau menjual belum memiliki barangnya, lalu hanya
memberikan uang agar dia sendiri yang membeli. Di sini perlu berhati-hati dan
memperbaiki sistem, jangan sampai terjatuh ke dalam perkara riba.
2. Mengikuti
ekor-ekor sapi
Menurut
Syaikh Hasan Ali maknanya adalah sibuk dengan urusan dunia dan tidak
memerhatikan agamanya lagi mulai bangun, dunia yang membangunkannya dan tidur
dunia pula yang menidurkannya.
Misal:
Sejak bangun yang dipikir adalah udang, ikan, order terus nanti setelah lelah
memikirkan udang, ikan, mobil dan order kemudian dia tertidur, bukan capek
karena dakwah bukan capek karena ibadah bukan ibadah yang membangunkan dia
padahal seharusnya yang membangunkan kita adalah ibadah yakni shalat subuh
bukan udang bukan kebun, order dan bukan dunia
3.
Senang dengan pertanian
Masih
menurut Syaikh Hasan Ali maknanya adalah puas dengan kehidupan dunianya dan
sudah lupa akhiratnya
4.
Meninggalkan jihad
Tidak
ada lagi semangat jihad karena sudah termakan oleh kecintaan terhadap dunia dan
takut mati maka kalau fenomena ini telah terjadi ditengah-tengah ummat islam
maka Allah akan menjatuhkan kehinaan kepada ummat ini.
B. B. Ummat
yang ikut-ikutan / Taqlid
Fenomena
ummat islam sekarang ini adalah menjadi pengikut dalam hal pemikiran dan
ideologi tidak dikatakan keren kalau kita tidak tahu pola pemikiran materialis,
kita tidak dikatakan keren kalau kita tidak
tahu pola pikir liberal, bahkan kita dianggap kolot . Bahkan terkadang
ada didalam jiwa kita rasa rendah diri kalau kita memiliki pola pikir salaf
pola pikir yang selalu membesarkan segala hal atau pemikirannya kepada sumber
yang shahih dianggap orang yang tekstual sedangkan pola pikir yang berkembang
sekakarng ini adalah pola pikir yang kontekstual, artinya pola pikir yang tidak
melihat teksnya tapi melihat konteksnya contoh : (kalau teksnya memakai janggot
tapi konteksnya tidak begitu teksnya, orang yang mencuri dipotong tangannya
teksnya adalah memotong tangan tapi konteksnya adalah bagaimana memutuskan
hidupnya dalam artian memenjarakan. Jadi ada perguruan tinggi yang mempelopori
pemahaman seperti itu, se dangkan perguruan tinggi dimekkah dianggap miskin
metode karena metode yang digunakan itu tekstual semua, lahiriyah atau teks
saja, sedangkan pola yang dikembangkan dalam dunia modern adalah kontekstual
bukan melihat pada teksnya.
Dalam hal keyakinan, dalam hal
sulukiyah, dalam hal perilaku semua taqlid bahkan sampai masuk kelubang
biawakpun kita ikut. Karena memang media sekarang ini luar biasa dalam
mempropagandakan kemungkaran dan hampir belum ada satupun stasiun televisi
islam, kita juga mengelola radio, televisi padahal justru lewat media-media
inilah sekularisasi dan pemurtadan merajalela dimana-mana sampai taqlid ini sampai
kepada pedoman hidup kita.
C. C. Ummat
yang Berpecah belah
Inilah
yang menjadikan
1.jatuhnya
khilafah islamiyah di Turki karena perpecahan kaum muslimin,
2. perpecahan dalam hal persepsi atau dalam
hal pola pikir ada pola pikir kontekstual dan ada pola pikir tekstual yang
membedakan.,
3.
Perpecahan dalam hal aqidah dan ibadah
Banyak sekali fenomena munculnya berbagai
macam aliran dan tata cara ibadah bukan lagi dalam hal kaifiyat yang
masing-masing mempunyai dalil tetapi memang sengaja dibuat dalil-dalil palsu
untuk melejitimasi perbuatan-perbuatan mereka.
Inilah
Realitanya ketika kita membandingkan kondisi idealitas dan realitas maka
terjadi suatu problema berbeda antara
konsep ideal dan realitas.
Sebagai bentuk perhatian kita maka
kita harus menganalisis penyebabnya seperti halnya penyakit kalau kita hendak
mengobatinya maka kita harus analisis sebab-sebabnya jangan fenomenanya saja
yang sibuk kita tangani tapi akar dari fenomena tersebut harus dianalisa.