Rasulullah ﷺ pernah melakukan shalat
hingga kedua kakinya bengkak. Ketika ditanya tentang hal itu beliau menjawab “tidak
bolehkakh aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Yahya bin Muadz berkata “barang siapa
yang senang melayani Allah ﷻ, segala sesuatu akan
senang melayaninya, barang siapa matanya senang kepada Allah, setiap mata akan
senang melihatnya.
Ibnu Mas’du pernah berkata kepada
seseorang, “obatilah hatimu, karena tuntutan Allah kepada para hamba adalah
kebaikan hati mereka”.
Maksudnya, keinginan dan tuntutan-Nya
kepada mereka. Sementara itu,baiknya hati adalah dengan memenuhinya dengan kecintaan
kepada Allah ﷻ, barang siapayang cinta kepada Allah ﷻ, ia
akan senang melayaninya. Selanjutnya, pelayanannya kepada Allah akan menjadi
energi hati dan makanan jiwanya. Seperti ungkapan seorang penyair:
Jadilah orang yang senang melayani Rabb
mu
Karena orang orang yang jatuh cinta ialah
pelayan bagi para kekasihnya
Ibnu Mubarak berkata:
Éngkau bermaksiat kepada Allah, tapi
engkau mengharap cintanya
Sungguh sebuah perumpamaan yang indah
Bila cintamu jujur, niscaya engkau akan
menaati-Nya
Karena orang yang jatuh cinta biasanya
akan taat pada orang yang dicintainya
Kerinduan melayani Allah melebihi kerinduan
orang lapar terhadap makanan dan minuman.apabila seorang hamba telah merasakan
manisnya interaksi dengan Allah ﷻ dengan melanggengkan
ketaatan, ia akan cinta terhadap ketaatan. Sedikitpun ia tidak bisa lepas darinya.
Bila ia mendapati dirinya menganggur dan
tidak melaksanakan ketaatan kepada Allah ﷻ dadanya terasa sempit. Disamping
itu, ia memperoleh motivasi dalam hatinya yang menyuruhnya u tuk berbuat taat
kepada Allah.
Seorang wanita salaf berpetuah kepada
anak-anaknya:
“biasakanlah diri kalian mencintai dan
menaati Allah, sebab orang-orang bertakwa itu jinak (baca:senang) dengan
ketaatan dan anggota badan mereka buas (baca:enggan) dengan selain ketaatan. Jika
setan menawari maksiat kepada mereka, maksiat tersebut melewatinya sembari
merasa malu karena mereka mengingkarinya”
sumber: buku tazkiyatun nafs (penyucian jiwa dalam islam - Dr Ahmad Farid
0 komentar:
Post a comment