Dalam Hal-Hal Tertentu, Ada kemiripan
antara katak dan manusia, beberapa otot keduanya mirip. Misalnya, otot betis
keduanya memiliki asal, tempat perlekatan dan fungsi yang sama. Sebagian otot
badan keduanya juga demikian. Organ-organ dalam keduanya juga hampir mirip. Oleh karena
itu, mahasiswa kedokteran yang baru tahun
pertama diajari anatomi katak sebelum diajari anatomi manusia. Jauh lebih murah
biayanya dan lebih rendah resikonya dan jauh lebih mudah cara membedah katak
daripada membedah manusia. Hitung-hitung, habis dipakai, katak ini bisa
dijadikan makanan ikan atau ayam. Kalau ada yang mau dan berani, daging katak
ini bisa menjadi gorengan yang empuk.
Dibeberapa bagian dunia, paha katak dijadikan sajian yang sangat lezat.
Ekspor daging katak dari indonesia cukup besar. Tidak heran jika 400 spesies
katak dinusantara, ada beberapa spesies yang telah punah karena diburu,
dibunuh, dan diekspor. Ada lebih banyak katak di Papua dibandingkan dibagian
barat nusantara. Tersedikit ada dikepulauan sunda kecil.
Membunuh katak itu gampang-gampang susah, kami diajari bagaimana membunuh
katak dengan menikam bagian belakang leher hingga mencapai lubang tempat
masuknya saraf-saraf dari tulang belakang ke kepala, dengan cara ini katak
biasanya mati secara tiba-tiba. Satu tikaman menghasilkan satu tarikan nafas
terakhir. Dengan cara ini, katak mati dengan cara kaget, tersiksa dan cenderung
meronta. Beberapa kali terjadi katak melompat di dalam laboratorium dengan
jarum yang menancap di belakang lehernya dan lolos melompat keluar ruangan.
Adakalanya katak pura-pura mati setelah penikam dicabut dari lehernya.
Seorang kawan mengajari saya bagaimana membunuh katak, dijamin tidak ada
perlawanan, kaget apalagi sampai lari melompat keluar ruangan. Alih-alih katak
malah keenakan, padahal ia sedang dibunuh dan ia menikmati pembunuhan itu. Bagi
katak, ini adalah cara mudah untuk mati. Mudah karena anda tidak perlu menikam
di daerah foramen magnum-nya. Anda tidak perlu benda penikam atau benda
tajam lainnya. Anda cukup memasukkannya kedalam kaleng berisi air dingin yang
disukainya, perlahan-lahan anda panaskan kaleng itu, biarkan air dalam kaleng
itu panas dan suhunya naik sedikit demi sedikit hingga mendidih, beberapa saat
kemudian, lihatlah, katak sudah mati dan tanpa perlawanan sedikitpun. Ini
adalah mati nyaman gaya katak.
“membunuh” dengan pujian
Dalam beberapa hal, kita kadang-kadang bertingkah seperti katak.. kita
‘dibunuh” tanpa kita sadari, bahkan matipun dalam keadaan tertawa, pada tempat
dan suasana yang menyenangkan, diiringi kata-kata yang indah dengan acungan dua
jari jempol. Saya sering memperhatikan bagaimana dua jari jempol yang biasanya
digunakan untuk puji-pujian justru lebih tajam daripada sebilah belati. Pujian
membuat kita terlena, bahkan jika diulang-ulang sampai beberapa kali maka kita
akan melayang-layang tinggi.
Kebanyakan raja, tokoh atau pemimpin jatuh bukan karena kritik dari luar
tetapi pujian yang berlebih-lebihan dari orang dekat. Apalagi jika pujian itu
dikemas dengan sedikit kata-kata ilmiah nan palsu. Konon, Gus Dur sewaktu
menjadi presiden pernah mengalami fenomena “pembunuhan katak” ini, ketika itu,
ribuan orang sudah berkumpul didepan istana. Ketika ia bertanya kepada orang
dekatnya, informasi yang diteria Gus Dur adalah hanya segelintir orang yang ada
di depan istana. Ia kemudian mengabaikan demonstran itu. Walhasil, Gus Dur
jatuh dan diganti oleh Megawati. Ir. Seokarno dalam masa-masa akhir jabatannya
sebagai presiden juga mengalami fenomena pembunuhan katak. Seoharto pun,
presiden yang hampir tak terjatuhkan bahkan jatuh karena fenomena pembunuhan
katak yang dilakukan oleh orang-orang dekatnya. Ingatkah anda bagaimana salah
seorang menterinya, orang yang mungkin paling dekat dengan keluarga Soeharto,
menyampaikan bahwa seluruh rakyat indonesia masih mendukung Soeharto? Sementara
fakta dilapangan menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tidak suka sama
Soeharto.
Sudah menjadi tabiat manusia yang suka dengan puji-pujian. Semua orang cenderung tidak suka
dikritik apalagi dimaki dan dikata-katai. Hati manusia lebih terharu pada
pujian dibandingkan dengan kritikan, pengkritik umumnya dianggap musuh. Jika ada seseorang yang menyampaikan sesuatu yang
tidak menyenangkan ditelinga, hampir sebagian besar dari kita merespon secara
reaktif. Respon amygdala (bagian otak yang berurusan dengan emosi dan
instink) mendahului respon cerebri (yang mengurusi nalar dan
rasionalitas). Orang yang tidak terbiasa di kritik, reaktif atau tidak biasa
berbeda pendapat, mengembangkan hubungan yang lebih kuat dan padat antara
stasiun relai otak bernama Thalamus menuju pusat emosi otak (amygdala),
dibandingkan dengan pusat nalar dan rasionalitas (cortex cerebry). Joseph
leDoux, seorang ahli otak yang penemuan-penemuannya menjadi dasar teori
kecerdasan emosi dari Daniel Goleman, menyebutkan gejala ini sebagai pembajakan
amygdala. Artinya, ketika kita menanggapi suatu masalah, rasionalitas
dan nalar kita seringkali dibajak oleh emosi dan insting kita.
Pembajakan emosi itu melahirkan dua hal yang sangat kentara pada kebanyakan
tokoh, raja atau pemimpin yang jatuh dari kekuasaannya. Pertama: mereka senang sekali
dengan puji-pujian. Kedua: mereka reaktif terhadap kritikan atau masukkan yang
tampak tidak menyenangkan. Tokoh, raja atau pemimpin seperti ini mengalami
“pembunuhan katak” yang dialkukan segelintir orang dekat, kerabat, pembisik,
ataupun pencari muka disekitar mereka.
)* Manajemen Kecerdasan, Taufik Pasiak.
0 komentar:
Post a Comment